Selasa, 15 Februari 2011

Akhirnya, Pemerintah Resmi Tarik Buku SBY

Slawai, CyberNews. Buku Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masuk dalam paket buku pendidikan bantuan program Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010, resmi ditarik dari Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tegal.
Buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ itu dihibahkan ke perpustakaan daerah (Perpusda) dan diganti dengan buku pengayaan lainnya. Kebijakan tersebut dilakukan setelah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora), DPRD dan Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) mencapai kata sepakat untuk mengganti buku bergambar SBY dengan buku pengayaan lain pada Senin (14/2), di Gedung DPRD Kabupaten Tegal.

Namun, dalam rapat koordinasi itu sempat berlangsung panas. Anggota Fraksi Partai Demokrat Ahmad Fatikhudin SAg menolak keras penarikan buku itu. Bahkan, anggota DPRD itu sempat mengancam akan mempersoalkan penarikan buku itu, karena dinilai telah menyalahi prosedur.

’’Penarikan buku ini bukan karena menyalahi aturan atau prosedur, karena tekanan dan tidak suka dengan buku itu. Aspirasi yang masuk tidak harus semuanya direalisasikan,’’ kata Ahmad Fatikhudin dengan nada tinggi.

Fatikhudin yang melihat persoalan tersebut karena bermuatan politis, sempat berdebat dengan Ketua Komisi IV, Wakhidin BA yang notabene berasal dari Fraksi PKS. Kedua politisi yang berbeda latar belakang politiknya itu tetap ngotot dengan pendiriannya masing-masing. Perdebatan itu berakhir, saat Fatikhudin keluar dari ruang rapat tersebut.

’’Kami juga bisa melakukan hal seperti ini,’’ tandas Fatikhudin.

Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal Wakhidin mengatakan, kesepakatan itu muncul guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan di masyarakat, jadi selaku wakil rakyat, solusi pengalihan buku bergambar SBY adalah jalan satu-satunya yang diambil.

’’Selain itu, isi atau muatan buku pengganti lebih mendidik dan jauh dari dugaan kandungan politik,’’ jelasnya.

Hal itu dipertegas Koordinator AMPP Fatkhur Rahman yang mengungkapkan, kesepakatan untuk mengganti buku SBY telah diputuskan oleh dinas terkait dan juga pihah Dewan dan mahasiswa. ’’Jadi pendapat dari Fraksi Demokrat itu tidak akan mengubah kesepakatan,’’ jelasnya.

Dialihkan Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dindikpora Kabupaten Tegal Waudin mengatakan, setelah adanya kesepakatan antarpihak di atas beberapa waktu lalu, maka buku bergambar SBY yang telanjur beredar di sejumlah SMP akan dialihkan ke Perpusda Kabupaten Tegal.

’’Kesepakatan itu kami lakukan, lantaran beredarnya buku SBY telah menjadi permasalahan di masyarakat, bahkan menjadi salah satu permasalahan nasional belakangan ini,’’ kata Waudin.

Dia menjelaskan, pengalihan buku bergambar SBY ke Perpusda karena pembacanya lebih umum. Sebab, konten buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ tidak sesuai manakala dikonsumsi siswa SMP. Buku pengayaan siswa yang menjadi buku pengganti buku SBY dianggap lebih sesuai.

Selain itu, pihak rekananan pemenang lelang juga telah bersedia mengganti buku SBY dengan buku lain, dan itu telah dikirimkan pada Sabtu (12/2) lalu.

Waudin menuturkan, buku-buku tersebut juga telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan kontennya lebih ringan dan jauh dari anggapan adanya muatan politis. Jumlah buku SBY yang dialihkan sebanyak delapan judul. Dari 87 SMP, setiap sekolah mendapatkan maksimal 16 eksemplar.

’’Namun pergantian buku SBY itu bukan berarti buku bergambar SBY ditarik, tapi hanya dialihkan,’’ katanya.
Read More......

Muslim Amsterdam: Pilih Pendidikan atau Agama?

REPUBLIKA.CO.ID, Kelangsungan pendidikan sekelompok siswa muslim di Amsterdam jadi ajang perdebatan sengit. Seratus siswa wajib belajar di Amsterdam ini terancam tidak bersekolah tahun depan, bukan karena tidak ada tempat bagi mereka di sekolah lain, tapi karena mereka atau orangtua mereka tidak mau ke sekolah menengah umum.
Ini berawal dari Menteri Pendidikan Marja van Bijsterveld yang memutuskan Sekolah Menengah Islam Amsterdam (ICA) harus ditutup. Menurut dia, jumlah murid sekolah itu sangat sedikit. Dan menurut inspeksi, mutu pendidikan jauh di bawah standar.

Umumnya, dalam kasus seperti itu para siswa akan dialihkan ke sekolah lain. Namun banyak siswa muslim di ICA ini yang sangat konservatif dan tidak merasa diterima dengan tangan terbuka di sekolah-sekolah lain di Amsterdam.

Kebanyakan siswa perempuan di ICA, misalnya, mengenakan jilbab. Sekolah mereka adalah satu-satunya sekolah menengah islam di Amsterdam.

Satu orangtua siswa mengatakan: "Saya lebih suka apabila anak-anak saya bisa masuk sekolah umum. Namun itu tidak mungkin karena tidak ada sekolah yang mau menerima anak-anak saya apa adanya. Sekolah-sekolah menengah umum lainnya mempermasalahkan banyak hal. Misalnya, ada sekolah yang hendak membatasi cara berbusana siswa. Ada sekolah yang memaksa siswa-siswanya ikut ekskursi ke luar negeri."

Orangtua dan para siswa ingin agar mereka tetap belajar dalam lingkungan islami. Tahun depan, mereka berniat mengikuti pendidikan di rumah saja. Hukum Belanda memungkinkan hal ini apabila di lingkungan sekitar tidak ada sekolah yang cocok dengan ideologi mereka.

Untuk itu, orangtua tidak perlu meminta izin, mereka hanya saja diminta untuk "lapor" ke pemerintah. Orangtua dan para siswa ingin menangani hal ini secara profesional. Prakteknya, mereka berharap keseratus siswa tersebut bisa menggunakan balai desa dan mendatangkan guru-guru kompeten untuk mengajar mereka menghadapi ujian nasional.

Anggota parlemen dari Partai Demokrat D66 Boris van der Ham tidaklah setuju. Menurutnya, para orangtua itu pada dasarnya memanfaatkan celah hukum. Mereka dinilai mendirikan sekolah baru, tanpa harus memenuhi persyaratan yang berlaku.

Anggota dewan kota Amsterdam dari Partai Buruh PvdA yang mengawasi bidang pendidikan, Lodewijk Asscher, juga menyebutnya gagasan buruk. Menurut Asscher, pendidikan berkualitas merupakan "pintu ke masyarakat."

"Ini menyangkut nasib seratus murid, seratus anak muda, yang nantinya akan berperan di kota ini, negara ini. Mereka berhak mendapat ijazah dan pendidikan berkualitas tinggi, bersosialisasi dengan orang lain, serta punya akses ke masyarakat. Apabila mereka harus tinggal di rumah dan pendidikan dilakukan oleh orangtua saja, ini berarti melanggar hak-hak mereka."

Semakin banyak anak muda muslim yang berpendapat bahwa agama dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Seorang murid ICA mengatakan pada Asscher: "Apabila Anda benar-benar menghormati kami, Anda akan menghormati kepentingan kami. Anda sendiri barusan mengatakan: 'Saya memutuskan pilihan sendiri,' lalu kenapa kami tak boleh memutuskan pilihan sendiri?"

Menurut anggota legislatif Asscher, pendidikan yang baik lebih penting dari agama. Jika perlu, ia akan memperkarakan hal ini sampai ke pengadilan.
Read More......