LBB JOMBANG
LBB JOMBANG ADALAH LEMBAGA BIMBINGAN BELAJAR SUPRAUNO. KAMI MELAYANI DUA JASA PENDIDIKAN YAITU LES PRIVAT DAN LES KELAS
Selasa, 18 April 2017
Minggu, 15 Mei 2011
Selasa, 15 Februari 2011
Akhirnya, Pemerintah Resmi Tarik Buku SBY
Slawai, CyberNews. Buku Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang masuk dalam paket buku pendidikan bantuan program Dana Alokasi Khusus (DAK) 2010, resmi ditarik dari Perpustakaan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tegal.
Buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ itu dihibahkan ke perpustakaan daerah (Perpusda) dan diganti dengan buku pengayaan lainnya. Kebijakan tersebut dilakukan setelah Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga (Dindikpora), DPRD dan Aliansi Mahasiswa Peduli Pendidikan (AMPP) mencapai kata sepakat untuk mengganti buku bergambar SBY dengan buku pengayaan lain pada Senin (14/2), di Gedung DPRD Kabupaten Tegal.
Namun, dalam rapat koordinasi itu sempat berlangsung panas. Anggota Fraksi Partai Demokrat Ahmad Fatikhudin SAg menolak keras penarikan buku itu. Bahkan, anggota DPRD itu sempat mengancam akan mempersoalkan penarikan buku itu, karena dinilai telah menyalahi prosedur.
’’Penarikan buku ini bukan karena menyalahi aturan atau prosedur, karena tekanan dan tidak suka dengan buku itu. Aspirasi yang masuk tidak harus semuanya direalisasikan,’’ kata Ahmad Fatikhudin dengan nada tinggi.
Fatikhudin yang melihat persoalan tersebut karena bermuatan politis, sempat berdebat dengan Ketua Komisi IV, Wakhidin BA yang notabene berasal dari Fraksi PKS. Kedua politisi yang berbeda latar belakang politiknya itu tetap ngotot dengan pendiriannya masing-masing. Perdebatan itu berakhir, saat Fatikhudin keluar dari ruang rapat tersebut.
’’Kami juga bisa melakukan hal seperti ini,’’ tandas Fatikhudin.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal Wakhidin mengatakan, kesepakatan itu muncul guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan di masyarakat, jadi selaku wakil rakyat, solusi pengalihan buku bergambar SBY adalah jalan satu-satunya yang diambil.
’’Selain itu, isi atau muatan buku pengganti lebih mendidik dan jauh dari dugaan kandungan politik,’’ jelasnya.
Hal itu dipertegas Koordinator AMPP Fatkhur Rahman yang mengungkapkan, kesepakatan untuk mengganti buku SBY telah diputuskan oleh dinas terkait dan juga pihah Dewan dan mahasiswa. ’’Jadi pendapat dari Fraksi Demokrat itu tidak akan mengubah kesepakatan,’’ jelasnya.
Dialihkan Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dindikpora Kabupaten Tegal Waudin mengatakan, setelah adanya kesepakatan antarpihak di atas beberapa waktu lalu, maka buku bergambar SBY yang telanjur beredar di sejumlah SMP akan dialihkan ke Perpusda Kabupaten Tegal.
’’Kesepakatan itu kami lakukan, lantaran beredarnya buku SBY telah menjadi permasalahan di masyarakat, bahkan menjadi salah satu permasalahan nasional belakangan ini,’’ kata Waudin.
Dia menjelaskan, pengalihan buku bergambar SBY ke Perpusda karena pembacanya lebih umum. Sebab, konten buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ tidak sesuai manakala dikonsumsi siswa SMP. Buku pengayaan siswa yang menjadi buku pengganti buku SBY dianggap lebih sesuai.
Selain itu, pihak rekananan pemenang lelang juga telah bersedia mengganti buku SBY dengan buku lain, dan itu telah dikirimkan pada Sabtu (12/2) lalu.
Waudin menuturkan, buku-buku tersebut juga telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan kontennya lebih ringan dan jauh dari anggapan adanya muatan politis. Jumlah buku SBY yang dialihkan sebanyak delapan judul. Dari 87 SMP, setiap sekolah mendapatkan maksimal 16 eksemplar.
’’Namun pergantian buku SBY itu bukan berarti buku bergambar SBY ditarik, tapi hanya dialihkan,’’ katanya.
Read More......
Namun, dalam rapat koordinasi itu sempat berlangsung panas. Anggota Fraksi Partai Demokrat Ahmad Fatikhudin SAg menolak keras penarikan buku itu. Bahkan, anggota DPRD itu sempat mengancam akan mempersoalkan penarikan buku itu, karena dinilai telah menyalahi prosedur.
’’Penarikan buku ini bukan karena menyalahi aturan atau prosedur, karena tekanan dan tidak suka dengan buku itu. Aspirasi yang masuk tidak harus semuanya direalisasikan,’’ kata Ahmad Fatikhudin dengan nada tinggi.
Fatikhudin yang melihat persoalan tersebut karena bermuatan politis, sempat berdebat dengan Ketua Komisi IV, Wakhidin BA yang notabene berasal dari Fraksi PKS. Kedua politisi yang berbeda latar belakang politiknya itu tetap ngotot dengan pendiriannya masing-masing. Perdebatan itu berakhir, saat Fatikhudin keluar dari ruang rapat tersebut.
’’Kami juga bisa melakukan hal seperti ini,’’ tandas Fatikhudin.
Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Tegal Wakhidin mengatakan, kesepakatan itu muncul guna menghindari permasalahan yang berkepanjangan di masyarakat, jadi selaku wakil rakyat, solusi pengalihan buku bergambar SBY adalah jalan satu-satunya yang diambil.
’’Selain itu, isi atau muatan buku pengganti lebih mendidik dan jauh dari dugaan kandungan politik,’’ jelasnya.
Hal itu dipertegas Koordinator AMPP Fatkhur Rahman yang mengungkapkan, kesepakatan untuk mengganti buku SBY telah diputuskan oleh dinas terkait dan juga pihah Dewan dan mahasiswa. ’’Jadi pendapat dari Fraksi Demokrat itu tidak akan mengubah kesepakatan,’’ jelasnya.
Dialihkan Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dindikpora Kabupaten Tegal Waudin mengatakan, setelah adanya kesepakatan antarpihak di atas beberapa waktu lalu, maka buku bergambar SBY yang telanjur beredar di sejumlah SMP akan dialihkan ke Perpusda Kabupaten Tegal.
’’Kesepakatan itu kami lakukan, lantaran beredarnya buku SBY telah menjadi permasalahan di masyarakat, bahkan menjadi salah satu permasalahan nasional belakangan ini,’’ kata Waudin.
Dia menjelaskan, pengalihan buku bergambar SBY ke Perpusda karena pembacanya lebih umum. Sebab, konten buku seri ’’Lebih Dekat dengan SBY’’ tidak sesuai manakala dikonsumsi siswa SMP. Buku pengayaan siswa yang menjadi buku pengganti buku SBY dianggap lebih sesuai.
Selain itu, pihak rekananan pemenang lelang juga telah bersedia mengganti buku SBY dengan buku lain, dan itu telah dikirimkan pada Sabtu (12/2) lalu.
Waudin menuturkan, buku-buku tersebut juga telah sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan dengan kontennya lebih ringan dan jauh dari anggapan adanya muatan politis. Jumlah buku SBY yang dialihkan sebanyak delapan judul. Dari 87 SMP, setiap sekolah mendapatkan maksimal 16 eksemplar.
’’Namun pergantian buku SBY itu bukan berarti buku bergambar SBY ditarik, tapi hanya dialihkan,’’ katanya.
Muslim Amsterdam: Pilih Pendidikan atau Agama?
REPUBLIKA.CO.ID, Kelangsungan pendidikan sekelompok siswa muslim di Amsterdam jadi ajang perdebatan sengit. Seratus siswa wajib belajar di Amsterdam ini terancam tidak bersekolah tahun depan, bukan karena tidak ada tempat bagi mereka di sekolah lain, tapi karena mereka atau orangtua mereka tidak mau ke sekolah menengah umum.
Ini berawal dari Menteri Pendidikan Marja van Bijsterveld yang memutuskan Sekolah Menengah Islam Amsterdam (ICA) harus ditutup. Menurut dia, jumlah murid sekolah itu sangat sedikit. Dan menurut inspeksi, mutu pendidikan jauh di bawah standar.
Umumnya, dalam kasus seperti itu para siswa akan dialihkan ke sekolah lain. Namun banyak siswa muslim di ICA ini yang sangat konservatif dan tidak merasa diterima dengan tangan terbuka di sekolah-sekolah lain di Amsterdam.
Kebanyakan siswa perempuan di ICA, misalnya, mengenakan jilbab. Sekolah mereka adalah satu-satunya sekolah menengah islam di Amsterdam.
Satu orangtua siswa mengatakan: "Saya lebih suka apabila anak-anak saya bisa masuk sekolah umum. Namun itu tidak mungkin karena tidak ada sekolah yang mau menerima anak-anak saya apa adanya. Sekolah-sekolah menengah umum lainnya mempermasalahkan banyak hal. Misalnya, ada sekolah yang hendak membatasi cara berbusana siswa. Ada sekolah yang memaksa siswa-siswanya ikut ekskursi ke luar negeri."
Orangtua dan para siswa ingin agar mereka tetap belajar dalam lingkungan islami. Tahun depan, mereka berniat mengikuti pendidikan di rumah saja. Hukum Belanda memungkinkan hal ini apabila di lingkungan sekitar tidak ada sekolah yang cocok dengan ideologi mereka.
Untuk itu, orangtua tidak perlu meminta izin, mereka hanya saja diminta untuk "lapor" ke pemerintah. Orangtua dan para siswa ingin menangani hal ini secara profesional. Prakteknya, mereka berharap keseratus siswa tersebut bisa menggunakan balai desa dan mendatangkan guru-guru kompeten untuk mengajar mereka menghadapi ujian nasional.
Anggota parlemen dari Partai Demokrat D66 Boris van der Ham tidaklah setuju. Menurutnya, para orangtua itu pada dasarnya memanfaatkan celah hukum. Mereka dinilai mendirikan sekolah baru, tanpa harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
Anggota dewan kota Amsterdam dari Partai Buruh PvdA yang mengawasi bidang pendidikan, Lodewijk Asscher, juga menyebutnya gagasan buruk. Menurut Asscher, pendidikan berkualitas merupakan "pintu ke masyarakat."
"Ini menyangkut nasib seratus murid, seratus anak muda, yang nantinya akan berperan di kota ini, negara ini. Mereka berhak mendapat ijazah dan pendidikan berkualitas tinggi, bersosialisasi dengan orang lain, serta punya akses ke masyarakat. Apabila mereka harus tinggal di rumah dan pendidikan dilakukan oleh orangtua saja, ini berarti melanggar hak-hak mereka."
Semakin banyak anak muda muslim yang berpendapat bahwa agama dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Seorang murid ICA mengatakan pada Asscher: "Apabila Anda benar-benar menghormati kami, Anda akan menghormati kepentingan kami. Anda sendiri barusan mengatakan: 'Saya memutuskan pilihan sendiri,' lalu kenapa kami tak boleh memutuskan pilihan sendiri?"
Menurut anggota legislatif Asscher, pendidikan yang baik lebih penting dari agama. Jika perlu, ia akan memperkarakan hal ini sampai ke pengadilan.
Read More......
Umumnya, dalam kasus seperti itu para siswa akan dialihkan ke sekolah lain. Namun banyak siswa muslim di ICA ini yang sangat konservatif dan tidak merasa diterima dengan tangan terbuka di sekolah-sekolah lain di Amsterdam.
Kebanyakan siswa perempuan di ICA, misalnya, mengenakan jilbab. Sekolah mereka adalah satu-satunya sekolah menengah islam di Amsterdam.
Satu orangtua siswa mengatakan: "Saya lebih suka apabila anak-anak saya bisa masuk sekolah umum. Namun itu tidak mungkin karena tidak ada sekolah yang mau menerima anak-anak saya apa adanya. Sekolah-sekolah menengah umum lainnya mempermasalahkan banyak hal. Misalnya, ada sekolah yang hendak membatasi cara berbusana siswa. Ada sekolah yang memaksa siswa-siswanya ikut ekskursi ke luar negeri."
Orangtua dan para siswa ingin agar mereka tetap belajar dalam lingkungan islami. Tahun depan, mereka berniat mengikuti pendidikan di rumah saja. Hukum Belanda memungkinkan hal ini apabila di lingkungan sekitar tidak ada sekolah yang cocok dengan ideologi mereka.
Untuk itu, orangtua tidak perlu meminta izin, mereka hanya saja diminta untuk "lapor" ke pemerintah. Orangtua dan para siswa ingin menangani hal ini secara profesional. Prakteknya, mereka berharap keseratus siswa tersebut bisa menggunakan balai desa dan mendatangkan guru-guru kompeten untuk mengajar mereka menghadapi ujian nasional.
Anggota parlemen dari Partai Demokrat D66 Boris van der Ham tidaklah setuju. Menurutnya, para orangtua itu pada dasarnya memanfaatkan celah hukum. Mereka dinilai mendirikan sekolah baru, tanpa harus memenuhi persyaratan yang berlaku.
Anggota dewan kota Amsterdam dari Partai Buruh PvdA yang mengawasi bidang pendidikan, Lodewijk Asscher, juga menyebutnya gagasan buruk. Menurut Asscher, pendidikan berkualitas merupakan "pintu ke masyarakat."
"Ini menyangkut nasib seratus murid, seratus anak muda, yang nantinya akan berperan di kota ini, negara ini. Mereka berhak mendapat ijazah dan pendidikan berkualitas tinggi, bersosialisasi dengan orang lain, serta punya akses ke masyarakat. Apabila mereka harus tinggal di rumah dan pendidikan dilakukan oleh orangtua saja, ini berarti melanggar hak-hak mereka."
Semakin banyak anak muda muslim yang berpendapat bahwa agama dan pendidikan tidak bisa dipisahkan. Seorang murid ICA mengatakan pada Asscher: "Apabila Anda benar-benar menghormati kami, Anda akan menghormati kepentingan kami. Anda sendiri barusan mengatakan: 'Saya memutuskan pilihan sendiri,' lalu kenapa kami tak boleh memutuskan pilihan sendiri?"
Menurut anggota legislatif Asscher, pendidikan yang baik lebih penting dari agama. Jika perlu, ia akan memperkarakan hal ini sampai ke pengadilan.
Senin, 31 Januari 2011
Pendidikan bagi 2.201 Anak Miskin Kota
JAKARTA, KOMPAS.com — Anak-anak miskin di perkotaan sering kali diremehkan di sekolah dan di lingkungan sekitar. Semestinya kesempatan mereka untuk tampil di depan umum harus diperbesar untuk memperlihatkan kreativitasnya agar mereka lebih termotivasi, terinspirasi, dan lebih berani lagi mengejar mimpi-mimpi mereka.
Demikian diungkapkan Marryah Tinambunan, Operational Manager Indonesian Street Children Organization (ISCO) Foundation di Jakarta, Senin (30/1/2011), terkait pendampingan pendidikan ribuan anak miskin kota untuk mencegah mereka menjadi anak jalanan. Selama 11 tahun ISCO melakukan pendampingan tersebut terhadap sekitar 2.201 anak miskin perkotaan di wilayah Jakarta, Depok, Surabaya, dan Medan agar tidak menjadi anak jalanan atau pekerja anak di jalanan.
Marryah mengatakan, arus modernisasi di perkotaan membuat kebudayaan Indonesia yang sangat beraneka ragam dan begitu indah untuk dinikmati sering terlupakan, apalagi dengan semakin berkurangnya kegiatan anak muda terutama di perkotaan dalam mengembangkan seni tradisi Indonesia. Mereka juga tidak tertarik untuk mendalami aneka kebudayaan Nusantara, seperti tari dan musik tradisional Indonesia.
Merespons kondisi itulah, ISCO melibatkan 300 anak miskin kota dalam sebuah pergelaran seni budaya sebagai bentuk kepedulian untuk mengajak anak dan kaum muda guna menghidupkan kembali budaya Indonesia. Tema pergelaran seni budaya ini adalah "Bersatu dalam Keberagaman".
"Anak-anak miskin kota yang tinggal di wilayah kumuh Jakarta mewujudkan hak partisipasinya dengan ikut melestarikan kebudayaan Indonesia," kata Marryah di sela-sela acara pentas budaya tersebut di Jakarta, Minggu (30/1/2011).
Hak partisipasi anak-anak tersebut, lanjut dia, diwujudkan dalam sebuah pertunjukan budaya melalui tari-tarian tradisional, lagu-lagu daerah, drama tradisional, dan permainan musik angklung. Ia menambahkan, hal itu sesuai dengan Konvensi Internasional tentang Hak Anak (KHA) bahwa dalam tumbuh kembang mereka, partisipasi dalam melestarikan budaya Indonesia berarti memenuhi hak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya sesuai pasal 12-15 KHA.
"Dalam konvensi internasional itu, juga dikatakan bahwa di negara tempat terdapat berbagai macam budaya dan bangsa, anak-anak berhak menikmati kebudayaannya sendiri," paparnya.
Negara juga harus mengakui hak anak untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan budaya, seni, dan juga mempromosikan hak anak untuk sepenuhnya berpartisipasi. Dengan kata lain, anak-anak yang tinggal di dalam budaya yang majemuk berhak melakukan toleransi dengan budaya lain.
Sejak berdiri pada Mei 1999, ISCO awalnya mensponsori 60 anak di dua area kumuh Jakarta. Terhitung sampai tahun ini, ISCO telah menjangkau 2.201 anak miskin di 29 area di Jakarta, Depok, Surabaya, dan Medan.
Lima program kerja utamanya adalah memberikan pendidikan gratis prasekolah hingga SMA, memberikan bantuan pendidikan/sekolah anak, membentuk dan mengelola sanggar kegiatan anak (SKA), memberi nutrisi tambahan dan kesehatan, serta memberikan perlindungan dan advokasi hak pendidikan anak.
"Seluruh anak dampingan kami memiliki akvitas sehari-hari di SKA. Ini untuk meminimkan waktu anak turun ke jalan atau mencegah mereka menjadi anak jalanan, pekerja anak," ujar Marryah.
Read More......
Demikian diungkapkan Marryah Tinambunan, Operational Manager Indonesian Street Children Organization (ISCO) Foundation di Jakarta, Senin (30/1/2011), terkait pendampingan pendidikan ribuan anak miskin kota untuk mencegah mereka menjadi anak jalanan. Selama 11 tahun ISCO melakukan pendampingan tersebut terhadap sekitar 2.201 anak miskin perkotaan di wilayah Jakarta, Depok, Surabaya, dan Medan agar tidak menjadi anak jalanan atau pekerja anak di jalanan.
Marryah mengatakan, arus modernisasi di perkotaan membuat kebudayaan Indonesia yang sangat beraneka ragam dan begitu indah untuk dinikmati sering terlupakan, apalagi dengan semakin berkurangnya kegiatan anak muda terutama di perkotaan dalam mengembangkan seni tradisi Indonesia. Mereka juga tidak tertarik untuk mendalami aneka kebudayaan Nusantara, seperti tari dan musik tradisional Indonesia.
Merespons kondisi itulah, ISCO melibatkan 300 anak miskin kota dalam sebuah pergelaran seni budaya sebagai bentuk kepedulian untuk mengajak anak dan kaum muda guna menghidupkan kembali budaya Indonesia. Tema pergelaran seni budaya ini adalah "Bersatu dalam Keberagaman".
"Anak-anak miskin kota yang tinggal di wilayah kumuh Jakarta mewujudkan hak partisipasinya dengan ikut melestarikan kebudayaan Indonesia," kata Marryah di sela-sela acara pentas budaya tersebut di Jakarta, Minggu (30/1/2011).
Hak partisipasi anak-anak tersebut, lanjut dia, diwujudkan dalam sebuah pertunjukan budaya melalui tari-tarian tradisional, lagu-lagu daerah, drama tradisional, dan permainan musik angklung. Ia menambahkan, hal itu sesuai dengan Konvensi Internasional tentang Hak Anak (KHA) bahwa dalam tumbuh kembang mereka, partisipasi dalam melestarikan budaya Indonesia berarti memenuhi hak mereka untuk berpartisipasi dalam kegiatan budaya sesuai pasal 12-15 KHA.
"Dalam konvensi internasional itu, juga dikatakan bahwa di negara tempat terdapat berbagai macam budaya dan bangsa, anak-anak berhak menikmati kebudayaannya sendiri," paparnya.
Negara juga harus mengakui hak anak untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan dengan kehidupan budaya, seni, dan juga mempromosikan hak anak untuk sepenuhnya berpartisipasi. Dengan kata lain, anak-anak yang tinggal di dalam budaya yang majemuk berhak melakukan toleransi dengan budaya lain.
Sejak berdiri pada Mei 1999, ISCO awalnya mensponsori 60 anak di dua area kumuh Jakarta. Terhitung sampai tahun ini, ISCO telah menjangkau 2.201 anak miskin di 29 area di Jakarta, Depok, Surabaya, dan Medan.
Lima program kerja utamanya adalah memberikan pendidikan gratis prasekolah hingga SMA, memberikan bantuan pendidikan/sekolah anak, membentuk dan mengelola sanggar kegiatan anak (SKA), memberi nutrisi tambahan dan kesehatan, serta memberikan perlindungan dan advokasi hak pendidikan anak.
"Seluruh anak dampingan kami memiliki akvitas sehari-hari di SKA. Ini untuk meminimkan waktu anak turun ke jalan atau mencegah mereka menjadi anak jalanan, pekerja anak," ujar Marryah.
Psikologi dalam Pendidikan
KabarIndonesia - Dengan pesatnya perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, maka perubahan-perubahan pesat terjadi pula dalam bidang pendidikan. Kurikulum sering dikenal revisi dan pengembangan, metode belajar megajar sudah sering mengalami perubahan dan pengembangan, dan sumber serta fasilitas belajar sering mengalami penambahan. Bahkan, abad teknologi telah melanda dunia pendidikan. Berbagai peralatan teknologi elektronik serta komputer mulai banyak dipergunakan di dalam proses belajar mengajar di sekolah-sekolah.
Kenyataan di atas banyak memancing berbagai tanggapan. Bagaimanakah pengaruh penggunaan komputer dalam proses belajar mengajar? Memang dalam satu segi komputer dalam pendidikan mempercepat arus informasi. Apabila penggunaan komputer dikombinasikan dengan internet, hal ini akan memperluas jangkauan arus informasi ke segenap pelosok dunia secara hampir serentak. Pengaruh komputer yang paling cepat adalah segera membuka dinding peyekat setiap mata pelajaran, yang ini semua merealisasi cara belajar Gestalt. Salah satu bahaya dari cara pengajaran ini adalah adanya kecenderungan pelaksanaan aktivitas belajar secara mekanis dan tidak humanistis. Dengan perkataan lain, ada kekhawatiran akan diabaikannya peran psikologi dalam pendidikan.
Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak dapat menutupi kenyataan di mana sekolah-sekolah masih mengutamakan penguasaan konsep mata pelajaran. Akibatnya, peranan dan minat guru-guru ataupun murid-murid masih banyak dibatasi oleh pengawasan dari pihak pemerintah. Memang ada kemungkinan, bahwa keberhasilan pendidikan kita adalah tidak lepas hubungannya dengan keterampilan guru-guru dalam mengelola belajar mengajar. Pendidikan kita sekarang belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan anak didik. Pendidikan kita masih banyak berkutat dengan masalah-masalah kompetensi lembanga pendidikan serta pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja.
Dengan kenyataan di atas, maka sudah tiba masanya sekarang dimana pendidikan hendaknya lebih melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik. Pendidikan seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru di sepnjang waktu dengan berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik. Selama anak sekolah hanya menyenangi puisi-puisi daripada menulis naskah-naskah kreatif dan selama anak-anak sekolah dilatih perhitungan matematis yang kurang berguna daripada mengajarkan manfaat perhitungan tersebut untuk kegunaan yang nyata, maka selama itu pula pendidikan di sekolah belum berhasil.
Apabila kita melihat dunia pendidikan dalam prakteknya, masih banyak dijumpai guru-guru yang beranggapan, bahwa pekerjaan mereka tidak lebih dari menumpahkan air ke dalam gelas kosong. Guru yang benar-benar dapat berhasil adalah guru yang menyadari bahwa dia mengajarkan sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Dengan bekal kesadaran semacam ini di kalangan para pendidik, hal itu sudah memberikan harapan agar guru-guru menghormati pekerjaan mereka sebagai guru. Pekerjaan guru adalah lebih bersifat psikologis daripada pekerjan seorang dokter, insinyur atau ahli hukum. Untuk itu, guru hendaknya tidak jemu dengan pekerjaannya, meskipun dia tidak dapat menentukan atau meramalkan secara tegas tantang bentuk manusia yang bagaimanakan yang akan dihasilkannya kelak di kemudian hari.
Sekolah-sekolah yang menekankan disiplin ketat terhadap murid-murid di kelas serta menjadikan displin sebagai alat vital untuk menyampikan bahan pelajaran kepada murid-murid, maka sekolah-sekolah semacam itu belum memberi tempat yang terhormat terhadapa psikologi dalam pendidikan. Disiplin pada hakikatnya hanya salah satu metode dalam pengajaran guna menumbuhkan kepatuhan pada anak didik.
Kepatuhan memang perlu, tetapi kepatuhan itu sendiri hendaknya tidak sepihak. Kepatuhan sebaiknya terjadi secara timbal balik di antara semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan, baik itu anak didik, pendidik, kurikulum, maupun fasilitas pendidikan. Di sinilah letak pentingnya psikologi dalam pendidikan. Semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan perlu mengarahkan perhatian kepada sifat dan hakikat anak didik, sehingga pelayanan pengajaran mebuahkan pribadi pribadi yang berkembang secara efektif.
Berdasarkan uraian di atas, pengetahuan psikologis tentang anak didik menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Karena itu, pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan bagi para pendidik, bahkan bagi setiap orang yang menyadari peranannya sebagai pendidik. (*)
Read More......
Kenyataan di atas banyak memancing berbagai tanggapan. Bagaimanakah pengaruh penggunaan komputer dalam proses belajar mengajar? Memang dalam satu segi komputer dalam pendidikan mempercepat arus informasi. Apabila penggunaan komputer dikombinasikan dengan internet, hal ini akan memperluas jangkauan arus informasi ke segenap pelosok dunia secara hampir serentak. Pengaruh komputer yang paling cepat adalah segera membuka dinding peyekat setiap mata pelajaran, yang ini semua merealisasi cara belajar Gestalt. Salah satu bahaya dari cara pengajaran ini adalah adanya kecenderungan pelaksanaan aktivitas belajar secara mekanis dan tidak humanistis. Dengan perkataan lain, ada kekhawatiran akan diabaikannya peran psikologi dalam pendidikan.
Berbicara mengenai situasi pengajaran di Indonesia, kita tidak dapat menutupi kenyataan di mana sekolah-sekolah masih mengutamakan penguasaan konsep mata pelajaran. Akibatnya, peranan dan minat guru-guru ataupun murid-murid masih banyak dibatasi oleh pengawasan dari pihak pemerintah. Memang ada kemungkinan, bahwa keberhasilan pendidikan kita adalah tidak lepas hubungannya dengan keterampilan guru-guru dalam mengelola belajar mengajar. Pendidikan kita sekarang belum banyak memperhatikan minat dan kebutuhan anak didik. Pendidikan kita masih banyak berkutat dengan masalah-masalah kompetensi lembanga pendidikan serta pemenuhan kebutuhan dunia kerja akan tenaga kerja.
Dengan kenyataan di atas, maka sudah tiba masanya sekarang dimana pendidikan hendaknya lebih melayani kebutuhan dan hakikat psikologis anak didik. Pendidikan seharusnya mempunyai kreasi-kreasi baru di sepnjang waktu dengan berorientasi kepada sifat dan hakikat anak didik. Selama anak sekolah hanya menyenangi puisi-puisi daripada menulis naskah-naskah kreatif dan selama anak-anak sekolah dilatih perhitungan matematis yang kurang berguna daripada mengajarkan manfaat perhitungan tersebut untuk kegunaan yang nyata, maka selama itu pula pendidikan di sekolah belum berhasil.
Apabila kita melihat dunia pendidikan dalam prakteknya, masih banyak dijumpai guru-guru yang beranggapan, bahwa pekerjaan mereka tidak lebih dari menumpahkan air ke dalam gelas kosong. Guru yang benar-benar dapat berhasil adalah guru yang menyadari bahwa dia mengajarkan sesuatu kepada manusia-manusia yang berharga dan berkembang. Dengan bekal kesadaran semacam ini di kalangan para pendidik, hal itu sudah memberikan harapan agar guru-guru menghormati pekerjaan mereka sebagai guru. Pekerjaan guru adalah lebih bersifat psikologis daripada pekerjan seorang dokter, insinyur atau ahli hukum. Untuk itu, guru hendaknya tidak jemu dengan pekerjaannya, meskipun dia tidak dapat menentukan atau meramalkan secara tegas tantang bentuk manusia yang bagaimanakan yang akan dihasilkannya kelak di kemudian hari.
Sekolah-sekolah yang menekankan disiplin ketat terhadap murid-murid di kelas serta menjadikan displin sebagai alat vital untuk menyampikan bahan pelajaran kepada murid-murid, maka sekolah-sekolah semacam itu belum memberi tempat yang terhormat terhadapa psikologi dalam pendidikan. Disiplin pada hakikatnya hanya salah satu metode dalam pengajaran guna menumbuhkan kepatuhan pada anak didik.
Kepatuhan memang perlu, tetapi kepatuhan itu sendiri hendaknya tidak sepihak. Kepatuhan sebaiknya terjadi secara timbal balik di antara semua pihak yang terlibat di dalam pendidikan, baik itu anak didik, pendidik, kurikulum, maupun fasilitas pendidikan. Di sinilah letak pentingnya psikologi dalam pendidikan. Semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan perlu mengarahkan perhatian kepada sifat dan hakikat anak didik, sehingga pelayanan pengajaran mebuahkan pribadi pribadi yang berkembang secara efektif.
Berdasarkan uraian di atas, pengetahuan psikologis tentang anak didik menjadi hal yang sangat penting dalam pendidikan. Karena itu, pengetahuan tentang psikologi pendidikan seharusnya menjadi kebutuhan bagi para pendidik, bahkan bagi setiap orang yang menyadari peranannya sebagai pendidik. (*)
Dinas Pendidikan tidak Membeda-bedakan Sekolah
KabarIndonesia - Jambi, Pemerintah Provinsi Jambi melalui Gubernur Jambi Drs. H. Hasan Basri Agus, MM priode 2011-2015 bertekad mewujudkan visi JAMBI EMAS (ekonomi maju, adil, aman, dan sejahtera) 2015, salah satunya dengan meningkatkan kwalitas sumberdaya manusia (SDM), sehubungan dengan itu Dinas Pendidikan Provinsi Jambi akan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan secara merata dan bertahap.
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Drs. Idham Kholid, ME, Sabtu (29/1) pada acara peluncuran Antologi Cerpen “Kesomobongan Fira”, bertempat di Yayasan Pendidikan Nurul Ilmi, di jalan Julius Usman Kelurahan Pematang Sulur Kota Jambi.
Ditegaskan Kepala Dinas pendidikan Provinsi Jambi, Menyadari betapa pentingnya pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar sebagai fondasi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, maka pada tahun 2011 ini, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, atas arahan Gubernur Jambi dan dukungan legislatif, terumata Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, akan berupaya memperbaiki dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan secara merata dan bertahap, tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta, seperti rehabilitasi ruang kelas, pembangunan ruang penunjang lainnya, dan melengkapi media pembelajaran pada beberapa SD dan SMP.
Disamping itu jelas Kadis Pendidikan Provinsi Jambi, untuk mendukung kualitas pembelajaran, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi akan mengadakan berbagai diklat kompetensi guru, baik di tingkat provinsi, nasional dan bahkan kerjasama dengan proveder (perusahaan penyedia jasa) diklat tingkat internasional.
Disamping itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi juga akan memperkuat eksistensi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang dibina Kementrian Pendidikan Nasional RI, maupun yang dibina Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk menjamin keberlangsungan dan kesempatan masyarakat kurang mampu untuk memperoleh pendidikan, gubernur Jambi telah mencanangkan program SAMISAKE (satu milyar satu kecamatan), yang didalamnya termasuk pemberian bea siswa bagi masyarakat miskin, ujar Idham Kholid.
Read More......
Hal ini disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jambi Drs. Idham Kholid, ME, Sabtu (29/1) pada acara peluncuran Antologi Cerpen “Kesomobongan Fira”, bertempat di Yayasan Pendidikan Nurul Ilmi, di jalan Julius Usman Kelurahan Pematang Sulur Kota Jambi.
Ditegaskan Kepala Dinas pendidikan Provinsi Jambi, Menyadari betapa pentingnya pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar sebagai fondasi pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, maka pada tahun 2011 ini, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi, atas arahan Gubernur Jambi dan dukungan legislatif, terumata Komisi IV DPRD Provinsi Jambi, akan berupaya memperbaiki dan melengkapi sarana dan prasarana pendidikan secara merata dan bertahap, tanpa membeda-bedakan sekolah negeri dan swasta, seperti rehabilitasi ruang kelas, pembangunan ruang penunjang lainnya, dan melengkapi media pembelajaran pada beberapa SD dan SMP.
Disamping itu jelas Kadis Pendidikan Provinsi Jambi, untuk mendukung kualitas pembelajaran, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi akan mengadakan berbagai diklat kompetensi guru, baik di tingkat provinsi, nasional dan bahkan kerjasama dengan proveder (perusahaan penyedia jasa) diklat tingkat internasional.
Disamping itu, Dinas Pendidikan Provinsi Jambi juga akan memperkuat eksistensi Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) yang dibina Kementrian Pendidikan Nasional RI, maupun yang dibina Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Untuk menjamin keberlangsungan dan kesempatan masyarakat kurang mampu untuk memperoleh pendidikan, gubernur Jambi telah mencanangkan program SAMISAKE (satu milyar satu kecamatan), yang didalamnya termasuk pemberian bea siswa bagi masyarakat miskin, ujar Idham Kholid.
Langganan:
Postingan (Atom)